I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Monday, August 04, 2014

Wisata Prasasti di Bogor (2)

Prasasti Muara Cianten
Tepat seminggu sejak kunjungan gue ke Prasasti Ciaruteun di awal Juni 2014 yang lalu, rasa penasaran kembali membawa gue Desa Ciaruteun, Bogor. Tentu aja gue penasaran, karena menurut warga setempat kawasan tersebut memiliki banyak situs prasasti. 

Tiba di Polsek Ciampea, perjuangan nego harga dengan para tukang ojek pun dimulai. Kali ini lebih sulit dari minggu sebelumnya dan bahkan awalnya menjengkelkan, karena para tukang ojek mematok harga tinggi, sementara mereka tampaknya tidak terlalu yakin akan lokasi - lokasi yang hendak gue cari. Gue dan Ony menunggu di dekat pangkalan ojek sampai beberapa saat. Selain negosiasinya alot, kendala lainnya adalah para tukang ojek tidak mengerti arah ke prasasti yang dimaksud. Akhirnya setelah mereka saling berdiskusi, mereka kembali mendekat dan menawarkan harga. Sepakat.

Situs prasasti pertama yang gue datangi adalah Situs Prasasti Batu Dakon yang lokasinya berdekatan dengan Prasasti Ciaruteun. Batu dakon berarti congklak. Dinamakan demikian karena situs ini terdiri dari 3 buah batu berbentuk menhir dan 2 batu berbentuk congklak yang masing - masing memiliki 8 lubang. Prasasti ini diperkirakan merupakan peninggalan jaman megalitikum yang saat itu dijadikan alat pemujaan. Seperti biasa, ngga ada pengunjung lain di situ, selain satu warga Jakarta dan satu warga Depok yang penasaran, disertai dengan tukang ojek masing - masing yang dari tatapannya seperti menyimpan tanya dan heran, kenapa gue berminat mengunjungi prasasti ini.

Prasasti Batu Dakon

Sayangnya, di lokasi ini ngga disediakan informasi yang memadai yang bisa dibaca pengunjung, agar mengetahui baik secara singkat maupun detail sejarah mengenai prasasti yang dimaksud. Memang terdapat sebuah papan nama di dekat lokasi prasasti Batu Dakon, namun hanya memuat tulisan :

"Situs Batu Dakon berada pada lahan 7x6 m terdapat dua batu yang berjajar dari timur ke barat berjarak 1 m. Pada permukaan batu dakon tersebut masing - masing terdapat 8-10 lubang. Disebelah selatan Batu Dakon terdapat dua menhir yang berjajar dari timur - barat berjarak 1 m."

Menurut gue ini ngga cukup informatif untuk pengunjung yang datang langsung melihat prasasti. Karena ketika melihat dengan mata kepala sendiri, informasi di atas nyaris useless. Sepertinya informasi tersebut mungkin hanya bermanfaat buat mereka yang berada di balik meja, mencoba membayangkan seperti apa bentuk dan rupa prasasti Batu Dakon. Atau mungkin buat mereka yang sangat menyukai hal - hal mengenai jarak, arah mata angin, dan sebagainya. Entahlah...

Ngga berlama - lama di Prasasti Batu Dakon, gue pun meninggalkan lokasi menuju prasasti berikutnya, Prasasti Muara Cianten. Perjalanan dari Prasasti Batu Dakon tadi ke tempat ini sangat jauh, melewati area sawah yang luas membentang dan sepi, dengan jalan yang kadang menanjak kadang menurun. 

Tiba di sana, gue dan Ony dengan percaya dirinya mengikuti sebuah rombongan yang kalau ngga salah terdiri dari 6 - 7 pria dewasa. Oleh seorang warga setempat, rombongan diajak menuju ke tepi sungai Cisadane. Gue dan Ony dengan semangat '45 mengikuti dari belakang. 

Tiba di tepi sungai yang saat itu arusnya cukup tenang, gue melihat sebuah batu prasasti berukuran besar setinggi kira - kira 1.5 meter (mungkin hampir sama dengan Prasasti Ciaruteun), dengan beberapa ukiran/tulisan dalam aksara ikal. Tulisannya sudah tidak terlalu jelas terlihat, mungkin karena sudah aus, tergerus air sungai dari waktu ke waktu. Mungkin karena itu pula ngga banyak cerita yang bisa digali mengenai prasasti ini. Entah mengapa, prasasti yang ditemukan pada tahun 1864 oleh N.W. Hoepermans dan diduga peninggalan Kerajaan Tarumanegara ini belum dipindahkan ke darat. Selain gerusan air sungai, 'ancaman' lainnya yang akan merusak prasasti ini adalah ulah manusia yang akan mencorat - coret permukaannya.

Sungai Cisadane
Prasasti Muara Cianten

Tulisan/gambar pada Prasasti Muara Cianten
Di saat gue dan Ony sibuk mengamati prasasti dan berfoto di dekatnya, rombongan yang kami ikuti tadi ternyata sudah bergerak agak menjauh dari prasasti, menuju ke tengah sungai. Tadinya gue sempat hendak mengikuti rombongan, karena berpikir masih ada situs prasasti lainnya. Namun sebelum gue melangkah untuk mendekat ke rombongan, dari kejauhan gue melihat satu persatu para pria tadi mulai membuka pakaian mereka, hingga hanya mengenakan celana dalam. Gue dan Ony hanya terbengong.

Pemandangan 'unik' itu masih berlanjut. Secara bergantian anggota rombongan menuju ke tengah sungai yang kalau gue perhatikan cukup dalam, lalu kepala mereka seperti ditekan oleh sang penunjuk jalan tadi hingga mereka dalam posisi terduduk dan gue ngga bisa melihat mereka lagi. Setelah beberapa saat, kepala mereka kembali 'ditarik' dan mereka hanya menurut begitu saja, lalu perlahan - lahan mereka berdiri. Pemandangan super aneh yang belum pernah gue lihat sepanjang hidup gue. 

Ony berusaha menjawab kebingungan gue yang maha dahsyat dan bilang bahwa kemungkinan yang mereka sedang lakukan adalah semacam ritual mistis yaitu semacam pesugihan. Penjelasan yang masih belum bisa menjawab rasa heran gue yang luar biasa karena hal yang sedang gue saksikan terlalu jauh dari akal sehat gue. Pesugihan ? Apa pula itu ? Kenapa di sungai ? Karena ada prasasti ? Apakah prasasti di hadapan gue dianggap memiliki kesaktian atau semacamnya ? Kenapa harus buka baju ? Kenapa...kenapa...??! Semangat gue yang berapi - api melihat prasasti ini perlahan terselubung rasa ngeri yang ngga bisa dijelaskan dengan kata - kata, akibat melihat pemandangan barusan.

Diam - diam gue dan Ony pun memanjat tanah licin untuk menuju ke darat, meninggalkan Prasasti Muara Cianten dan rombongan tadi.

Tiba di darat kembali, gue teringat dengan informasi si penunjuk jalan mengenai keberadaan prasasti lainnya di dekat situ, tepatnya di belakang rumah salah satu warga. Gue pun meminta bantuan kepada seorang warga yang gue temui untuk menunjukkan arahnya. 

Sayangnya prasasti yang dimaksud tidak dilengkapi dengan papan nama, sehingga gue ngga tahu namanya, dan ada cerita apa dibalik keberadaannya di sini. Namun, bentuk dan susunannya berupa susunan beberapa batu berukuran kecil, membuat gue teringat akan Prasasti Batu Dakon.

Prasasti....yang entah apa namanya
Prasasti...prasasti....prasasti...pengalaman ini paling ngga telah membuka mata dan menambah pengetahuan gue, soal 'batu istimewa' yang biasanya hanya gue dengar sekilas terutama saat masa sekolah dulu. Sebenarnya sampai sekarang gue masih super heran bagaimana orang bisa menjadikannya bagian dari ritual mistis atau semacamnya. Namun gue anggap saja itu urusan pribadi masing - masing. Gue masih tetap bersemangat untuk hunting prasasti - prasasti lainnya....dan berharap tidak akan menemukan pemandangan yang sama seperti hari ini.

1 comment :

Marcell said...

Katanya sih tempat dua arus sungai bertemu itu katanya menyimpan energi tertentu. Banyak ritual yang tempatnya dilakukan di pertemuan dua sungai. Belum tentu pesugihan sih. Pesugihan dari bahasa Jawa, sugih, artinya kaya. Jadi pesugihan itu ya bertujuan memperkaya diri secara instan. Kalau yang ritual di atas sih sepertinya lebih ke ritual "mencuci" diri. Gimana kalau itu sebenernya pembaptisan? wakakakakak masih serem ga?

Di deket sih masih ada lagi. Petilasan siapa ya lupa...