I laugh, I love, I hope, I try, I hurt, I need, I fear, I cry, I blog...Welcome to my blog, welcome to my life !!

Sunday, October 25, 2015

Review Hostel: Beijing Saga International Youth Hostel

Ketika hendak reservasi hostel untuk trip Beijing ini sejujurnya gue agak-agak sulit dalam mengambil keputusan. Alasan pertama, rate hostelnya cenderung tinggi-tinggi. Kedua, mungkin karena Beijing adalah kota yang sangat besar, gue ngga bisa menyimpulkan satu area tertentu yang merupakan sentra turis. Ketiga, meskipun gue berusaha mendapatkan referensi dari berbagai website dan provider, namun sampai akhir pencarian, gue tetap belum merasa mantap mengenai hostel yang akan gue pilih. Yang bikin gue ragu adalah review-review seperti ini : Hostel A dekat dengan tempat wisata Z, X dan Y. Kemudian ada lagi Hostel B dekat dengan tempat wisata R, S dan T. Dan sebagainya. Sementara target gue selama di Beijing adalah mengunjungi Z, X, Y, R, S dan T. 

Akhirnya pilihan gue jatuh ke Beijing Saga International Youth Hostel yang beralamat di No. 9 Shijiahutong, Dongcheng District, Beijing. Sebenarnya ketika gue sudah menginjakkan kaki di kawasan ini, menurut gue 'identitas' yang paling tepat mengenai lokasinya adalah : Dengshikou. Karena jika hendak ke sini, halte bus yang harus dicapai adalah halte Dengshikou, dan jika hendak naik subway, yang terdekat adalah Dengshikou station. 

4 Bed Dorm-Mixed (shared bathroom)
Koridor lantai 3
Rooftop di lantai 3
Kamar yang gue pilih adalah 4 bed dorm-mix (shared bathroom) yang letaknya di lantai 3 (nomor 302), yang artinya kamar gue terdiri dari 4 tempat tidur untuk tamu campur (baik laki-laki maupun perempuan), dan dengan fasilitas toilet dan kamar mandi di luar kamar tidur, dan digunakan bersama-bersama dengan seluruh tamu hostel lainnya. 

Rate kamarnya adalah USD 13.05 per malam. Kamar dan kasurnya sendiri sangat nyaman dan bersih. Kasurnya demikian tebal dan empuk dengan selimut yang sangat hangat. Gue mendapat kasur nomor 4 yang letaknya di pojok, dekat jendela. Sebagai penghuni yang mendapat kasur pojok, ditambah sebagai satu-satunya tamu perempuan di sini, gue 'menguasai' beberapa kemewahan yang tersedia di kamar ini : meja dan kursi yang tersedia, jendela yang memberikan kehangatan sinar matahari, colokan listrik yang jumlahnya lebih banyak dari tamu lainnya, dan tentunya remote AC.

Mengenai keamanan, hostel ini menyediakan jaminan keamanan yang cukup, karena setiap penghuni kamar mendapat jatah ruang di sebuah lemari, lengkap dengan kunci masing-masing (artinya, penghuni tidak perlu menggunakan gembok sendiri), dan system kunci kamar yang terbilang canggih.

Selain kamar, toilet dan kamar mandi nya pun terbilang sangat bersih dan jumlah yang tersedia sangat memadai. Bisa dibilang, jam berapa pun gue hendak menggunakan keduanya, gue ngga pernah sampai perlu mengantri segala.

Gue sangat menikmati keheningan dan ketenangan kala jam tidur setiap malamnya. Maklum, lokasinya bukan di depan jalan besar, dan bukan di tengah pusat keramaian. Hostel berada di lingkungan rumah warga, jadi suasananya di saat malam hari cenderung sunyi dan tenang.

Kamar dan hostel yang nyaman dan bersih, serta staf-staf hostel yang sangat ramah dan baik dan dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan fasih, adalah hal-hal positif yang gue dapatkan di hostel ini.

Sekarang, mari membahas sisi 'ngga enaknya' tinggal di sini. Pertama, jika ditempuh dengan berjalan kaki dari Jalan Raya Dengshikou menuju hostel, terbilang jauh, sekitar 600 meter. Ini adalah angka jarak yang valid, karena gue dapatkan dari salah satu petunjuk jalan. Jadi, sebelum tiba di hostel, pejalan kaki dari arah Dengshikou akan menemukan sebuah kantor Polisi terlebih dahulu. Dan dari petunjuk yang berada tepat di mulut jalan Shijiahutong, dikatakan bahwa jarak dari mulut jalan ke kantor polisi tersebut adalah 600 meter. Sebenarnya jarak dari kantor polisi menuju hostel masih sekitar 20 meter lagi. Belum lagi jika perjalanan gue dimulai dari Dengshikou Station. Gue perkirakan sejak gue turun dari Subway hingga berada di kamar, jarak yang harus gue tempuh adalah nyaris 800 meter. Dan menurut gue jarak itu lumayan jauhhhhh....dan menimbulkan rasa malas untuk keluar-masuk hostel. Ngga ada pilihan bus atau angkutan umum tersedia.

Sebenarnya gue bukan orang yang malas jalan kaki, tapi setelah gue menjalani kehidupan petualangan di Beijing ini beserta fasilitas - fasilitas umum yang tersedia, orang-orang yang hidup di sini kayaknya sedikit dipaksa untuk (tahan) berjalan kaki jarak jauh. Dan dibandingkan dengan warga Cina, ternyata gue belum setangguh itu.

Meninggalkan hostel dan membayangkan harus berjalan kaki sejauh 800 meter terlebih dahulu untuk ke Dengshikou station (karena semua perjalanan gue akan selalu dimulai dengan naik subway), rasanya udah bikin malas. Setelah gue amati, kayaknya rasa malas itu timbul karena jarak yang cukup jauh, dan karena ngga banyak hal yang bisa gue lihat. Jalan 800 meter yang gue tempuh hanyalah sebuah jalan kecil lurus, dengan rumah - rumah warga di kiri-kanannya. Jadi 'pemandangan' perjalanan gue akan selalu sama : pintu-pintu rumah yang selalu tertutup, warung kelontong, rumah seorang tukang jahit yang bekerja dengan giat dari pagi sampai larut malam dengan pakaian seperti orang kantoran, warga yang berkumpul duduk bersama sambil mengobrol, mobil-mobil warga yang terparkir di pinggir jalan, hotel Super 8 yang sudah tak beroperasi lagi dan tampak gelap dan suram....rasanya itu saja. 

Kedua, hostel tidak menyediakan free breakfast bagi penghuni. Menurut gue ini siasat pihak hostel karena mereka memiliki sebuah restaurant yang berada di bangunan hostel juga. Jadi mungkin dengan tidak disediakannya sarapan gratis, penghuni dipaksa untuk mengeluarkan uangnya di restaurant ini agar bisa menikmati sarapan. Rasanya dengan tarif kasur/kamar sebesar USD 13.05 per malam, dan tidak ada fasilitas sarapan gratis, hostel ini terbilang 'pelit'. Penilaian gue ini berdasarkan perbandingan yang gue lakukan terhadap hostel-hostel lainnya yang pernah gue tinggali. 

Ketiga, hostel ini menurut gue tidak menyediakan ruang duduk maupun ruang sosial untuk para penghuninya. Memang di sini tersedia rooftop, namun gue ngga lihat penghuni hostel berkumpul di sini. Lagian, rooftop tidak menyediakan pemandangan yang luar biasa mempesona, selain atap - atap rumah warga sekitar. Menurut pengamatan gue, kebanyakan penghuni hostel akan menghabiskan waktu santainya, terlebih di malam hari, di restaurant hostel. Tentunya ini bukan lokasi yang mengenakkan buat penghuni yang ngga akan mengkonsumsi dan membeli apapun dari restaurant. Jadilah tiap malam sebelum tidur gue akan menikmati saat santai cukup di kasur nan empuk di kamar 302.

Jadi, apakah gue akan merekomendasikan hostel ini ke orang lain ? Sepertinya ngga, mungkin nilainya 7 dari 10. Apakah gue berkenan untuk tinggal di sini lagi jika suatu saat Yesus yang Maha Baik memberikan gue kesempatan kedua ke Beijing ? Sejujurnya, gue lebih memilih untuk mencari hostel lain, di lokasi lain. Mungkin lokasi yang lebih "leg friendly" (istilah baru si kaki pemalas), dan tentunya dengan tarif yang lebih reasonable.

No comments :